![]() |
Kegiatan berkeliling Jakarta bersama JBFT (Jakarta Barier Free Tourism) yang diadakan oleh Remotivi (Sumber foto: Adelia Taruli) |
Remotivi dan JBFT (Jakarta Barier Free Tourism) mengadakan kegiatan
“Jelajah Kota Bersama Komunitas Disabilitas”pada Sabtu (16/2/2019). Dinas
Perhubungan (Dishub), Pemerintah Kota (Pemkot), Pasukan Oranye dan media-media mainstream turut mengikuti dari titik
kumpul di Stasiun Tanah Abang hingga Gedung Tempo, Palmerah, Jakarta Barat.
Kegiatan ini dilakukan karena Remotivi menyadari jika fasilitas umum di
Indonesia, khususnya di Jakarta, belum memadai untuk kaum difabel. Seperti
kamar mandi ramah disabilitas yang hanya di beberapa titik, sedikitnya transportasi
ramah disabilitas, dan malfungsi guiding
block.
“Cukup sulit untuk berpindah peron menggunakan elevator dan membahayakan sekali,” ujar Faisal, salah satu peserta
kegiatan ketika ditanya mengenai keramahan transportasi kereta bagi disabilitas.
Guiding block atau garis kuning ini adalah susunan ubin berwarna kuning yang
terdapat pola-pola dan diperuntukkan bagi
penyandang tunanetra. Pemerintah berharap dengan adanya garis kuning ini
penyandang tunanetra akan terbantu dan tidak akan salah jalan.
Namun, nyatanya yang terjadi dibeberapa trotoar yang terdapat guiding block disalahgunakan oleh para
pedangang kaki lima, pengendara yang memarkir, bahkan kerap dipakai pengedara
roda dua untuk mendahului kendaraan lainnya.
Akses jalan bagi disabilitas yang disalahgunakan oleh para pedagang disekitaran Pasar Palmerah
(Sumber foto: Adelia Taruli)
Tidak hanya itu, keberadaan tiang listrik yang berada di tengah guiding block mampu membahayakan tunanetra yang akan melewatinya.
Pemerintah daerah seharusnya
memperhatikan hal-hal kecil seperti ini karena dapat membahayakan.
Penyandang tunanetra tentu merasa dirinya menjadi terbatasi untuk
melakukan aktivitas karena hal tersebut. Fasilitas yang diperuntukkan pada
dirinya disalahgunakan oleh orang non-disabilitas
yang mana hal tersebut mampu menghambat ruang gerak para tunanetra.
Menurut jurnalis Tempo, Cheta Nilawaty, disabilitas bukanlah
keterbatasan fisik melainkan keterbatasan fasilitas dan keadaan lingkungan yang
tidak mendukung para difabel untuk melakukan mobilitas.
Saat kami tiba di salah satu pedagang kaki lima
yang menutup sebagian dari guiding block,
anggota Dishub dan Pemkot menegur dan menganjurkan mereka untuk tidak lagi
menutupi jalan tersebut. Alhasil pasukan Oranye dan pemkot berbondong-bondong
untuk menggeser dagangan mereka agar tidak lagi menghalangi.
Penertiban akses jalan bagi kaum disable
(Sumber foto: Adelia Taruli)
Pada saat perjalanan menuju Gedung Tempo, masih ada trotoar yang tidak
berfungsi dengan baik, ada lubangan besar, dan juga guiding
block tidak dipasang dengan semestinya yang mana seharusnya tetap dipasang
hingga akhir trotoar namun di pertengahan trotoar tidak ada. Tentu hal ini
menjadi pekerjaan rumah besar bagi pihak-pihak terkait untuk memenuhi hak para
kaum difabel tersebut.
Reporter : Adelia taruli
Editor : Firly Fenti
Komentar
Posting Komentar